ZAINOTES. Ketika tertimpa musibah, orang cenderung
menyalahkan orang lain. Ketika menerima kedzaliman, orang cenderung
marah-marah pada yang mendzalimi. Setidaknya istilah terdzalimi itu
menurut dirinya. Belum tentu juga ia benar dan belum tentu juga orang
yang ia anggap mendzalimi itu salah. Semuanya masih sangat relatif.
Namun ego manusia cenderung membenarkan dirinya dan menyalahkan orang
lain. Keadaan yang sesungguhnya semakin memperburuk keadaan diri sendiri
maupun lingkungannya. Benar seperti pepatah mengatakan “Gajah di
pelupuk mata tak tampak, sementara semut di seberang lautan tampak”,
manusia jarang mau berinstropeksi diri dan lebih mudah menilai orang
lain.
Suatu hari seseorang yang sebut saja
bernama “Hasrat”. Ia yang sudah terlalu lama menganggur mendapatkan
pekerjaan dari salah seorang temannya untuk membantu membuat majalah.
Dalam pekerjaan itu ia ditunjuk menjadi redaktur sekaligus editor. Ia
juga diberi tugas untuk mengurus percetakannya nanti. Sungguh seperti
mendapat segelas air di tengah padang pasir yang tandus, pekerjaan
itupun ia sanggupi. Dari pekerjaan yang bernilai empat juta itu, ia
mendapatkan uang muka lima puluh persen.
Kurang dari satu bulan pekerjaan itupun
ia selesai. Ia kemudian menyerahkan pekerjaan itu pada temannya. Namun
setelah penyerahan itu ia tak lagi mendapat kabar tentang kelanjutan
pekerjaannya itu. Apakah pekerjaannya itu harus dikoreksi, ada
penambahan atau ada kekurangan, ia tak pernah tahu. Sementara pihak
percetakan yang sudah ia hubungi terus menanyakan pada dirinya.
Setelah sekian lama tak ada kabar,
Hasrat akhirnya mencoba menelpon temannya itu. Dan ternyata menurut
temannya itu, Hasrat telah di “delete” dari team majalah karena telah
dianggap terlambat menyerahkan pekerjaannya. Sebuah alasan yang
dianggapnya mengada-ngada atau ini akibat dari sebuah kesalah fahaman.
Apapun itu Hasrat sangat marah dan tersinggung. Tak hanya karena ia di
“delete” dari team dengan alasan yang terlalu sederhana, tapi masalahnya
ia sudah terlanjur pinjam uang pada orang lain dengan jaminan sisa
honornya itu. Belum lagi karena ia sudah terlanjur berjanji pada
percetakan yang juga milik temannya sendiri. Kemarahannya Hasrat
benar-benar memuncak. Ia merasa didzalimi. Ia lalu bergegas hendak
mendatangi kantor temannya itu.
Namun entah kenapa, niat itu urung secara tiba-tiba. Ada flash back
terhadap masa lalunya berkaitan dengan kasus yang tengah ia hadapi itu.
Bahwa ia kemudian menyadari pernah melakukan hal yang sama seperti
temannya itu pada masa yang lampau, bahkan lebih parah dari itu. Hasrat
ingat beberapa kejadian ketika ia sudah menguras otak sejumlah penulis
skenario yang menjadi anak buahnya untuk membuat beberapa sample
skenario guna mengajukan program di salah satu stasiun TV. Namun karena
alasan program tersebut ditolak dan tak jadi tayang, maka ia tak
memberikan honor sepeserpun pada para penulisnya itu. Sebuah tindakan
yang seharusnya tidak boleh ia lakukan. Padahal meski program itu
ditolak dan ia tidak dibayar oleh produser, tapi setidaknya dikantong
pribadinya masih tersimpan sejumlah uang yang seharusnya bisa ia bagi
kepada para penulisnya itu. Ia tak menyadari kalau uang di kantongnya
itu bukanlah miliknya. Ada hak orang lain disana. Dengan dalih apapun ia
telah menguras keringat orang lain tanpa membayarnya. Karma memang
tidak ada, tapi dalam Al Qur’an jelas dikatakan bahwa siapa yang berbuat
keburukan pasti akan mendapatkan keburukan, begitupun sebaliknya.
Hasrat si penulis malang itupun tak jadi
pergi ke kantor temannya itu untuk meluapkan amarahnya. Yang ada ia
justru meluluh lantahkan sendiri egonya dan memohon maaf pada Allahnya.
Ia mencoba mengakui kesalahannya di masa lalu itu. Namun kesadaran
rupanya tak puas dengan hanya melucuti dirinya sampai disitu saja. Di
tengah pertobatannya itu ia bahkan diingatkan akan dua setengah persen
dari hartanya yang tak pernah ia sampaikan kepada yang berhak pada
masa-masa itu. Hasrat semakin malu hati atas sekian banyak rezeki yang
telah ia terima dari Allahnya namun tak pernah ia zakati. Pada titik
kepongahannya ia tertunduk sebagai manusia yang hina dina.
Sungguh unik cara Allah untuk mengambil
sesuatu yang pernah Ia berikan pada makhluknya. Salah satunya adalah
dengan cara seperti yang dialami Hasrat di atas tadi. Karena itu jangan
harap siapapun bisa lari dari perbuatan buruk. Jangan harap siapapun
bisa menyembunyikan hak orang lain dari rezeki yang sudah Allah berikan.
Manusia bisa memanipulasinya, tapi Allah tetap punya cara untuk
mengambilnya kembali dan mengembalikan perbuatan buruknya itu kepada
diri si pelaku. Cepat atau lambat perbuatan buruk akan mendapatkan
balasan. Cepat atau lambah pula Allah akan mengambil dua setengah persen
yang tidak dikeluarkan dari rezeki yang sudah Ia turunkan. Begitulah
yang dzalim janganlah pongah dan merasa diri benar. Suatu ketika pasti
ia akan diingatkan oleh Allah dengan caraNya yang unik.
Wallahu a’lam.
Semoga ada hikmahnya.
Cari dan teruslah mencari cinta Ilahi.
Salam ukhwah fillah selalu ^_^
Oleh : Rudi Utomo
http://dapurcerita.com/?cat=56
Wallahu a’lam.
Semoga ada hikmahnya.
Cari dan teruslah mencari cinta Ilahi.
Salam ukhwah fillah selalu ^_^
Oleh : Rudi Utomo
http://dapurcerita.com/?cat=56
0 komentar:
Posting Komentar