Jumat, 16 September 2011

HUKUM KARMA

Diposting oleh Muhammad Zainuddin

ZAINOTES. Ketika tertimpa musibah, orang cenderung menyalahkan orang lain. Ketika menerima kedzaliman, orang cenderung marah-marah pada yang mendzalimi. Setidaknya istilah terdzalimi itu menurut dirinya. Belum tentu juga ia benar dan belum tentu juga orang yang ia anggap mendzalimi itu salah. Semuanya masih sangat relatif. Namun ego manusia cenderung membenarkan dirinya dan menyalahkan orang lain. Keadaan yang sesungguhnya semakin memperburuk keadaan diri sendiri maupun lingkungannya. Benar seperti pepatah mengatakan “Gajah di pelupuk mata tak tampak, sementara semut di seberang lautan tampak”, manusia jarang mau berinstropeksi diri dan lebih mudah menilai orang lain.
Suatu hari seseorang yang sebut saja bernama “Hasrat”. Ia yang sudah terlalu lama menganggur mendapatkan pekerjaan dari salah seorang temannya untuk membantu membuat majalah. Dalam pekerjaan itu ia ditunjuk menjadi redaktur sekaligus editor. Ia juga diberi tugas untuk mengurus percetakannya nanti. Sungguh seperti mendapat segelas air di tengah padang pasir yang tandus, pekerjaan itupun ia sanggupi. Dari pekerjaan yang bernilai empat juta itu, ia mendapatkan uang muka lima puluh persen.
Kurang dari satu bulan pekerjaan itupun ia selesai. Ia kemudian menyerahkan pekerjaan itu pada temannya. Namun setelah penyerahan itu ia tak lagi mendapat kabar tentang kelanjutan pekerjaannya itu. Apakah pekerjaannya itu harus dikoreksi, ada penambahan atau ada kekurangan, ia tak pernah tahu. Sementara pihak percetakan yang sudah ia hubungi terus menanyakan pada dirinya.
Setelah sekian lama tak ada kabar, Hasrat akhirnya mencoba menelpon temannya itu. Dan ternyata menurut temannya itu, Hasrat telah di “delete” dari team majalah karena telah dianggap terlambat menyerahkan pekerjaannya. Sebuah alasan yang dianggapnya mengada-ngada atau ini akibat dari sebuah kesalah fahaman. Apapun itu Hasrat sangat marah dan tersinggung. Tak hanya karena ia di “delete” dari team dengan alasan yang terlalu sederhana, tapi masalahnya ia sudah terlanjur pinjam uang pada orang lain dengan jaminan sisa honornya itu. Belum lagi karena ia sudah terlanjur berjanji pada percetakan yang juga milik temannya sendiri. Kemarahannya Hasrat benar-benar memuncak. Ia merasa didzalimi. Ia lalu bergegas hendak mendatangi kantor temannya itu.
Namun entah kenapa, niat itu urung secara tiba-tiba. Ada flash back terhadap masa lalunya berkaitan dengan kasus yang tengah ia hadapi itu. Bahwa ia kemudian menyadari pernah melakukan hal yang sama seperti temannya itu pada masa yang lampau, bahkan lebih parah dari itu. Hasrat ingat beberapa kejadian ketika ia sudah menguras otak sejumlah penulis skenario yang menjadi anak buahnya untuk membuat beberapa sample skenario guna mengajukan program di salah satu stasiun TV. Namun karena alasan program tersebut ditolak dan tak jadi tayang, maka ia tak memberikan honor sepeserpun pada para penulisnya itu. Sebuah tindakan yang seharusnya tidak boleh ia lakukan. Padahal meski program itu ditolak dan ia tidak dibayar oleh produser, tapi setidaknya dikantong pribadinya masih tersimpan sejumlah uang yang seharusnya bisa ia bagi kepada para penulisnya itu. Ia tak menyadari kalau uang di kantongnya itu bukanlah miliknya. Ada hak orang lain disana. Dengan dalih apapun ia telah menguras keringat orang lain tanpa membayarnya. Karma memang tidak ada, tapi dalam Al Qur’an jelas dikatakan bahwa siapa yang berbuat keburukan pasti akan mendapatkan keburukan, begitupun sebaliknya.
Hasrat si penulis malang itupun tak jadi pergi ke kantor temannya itu untuk meluapkan amarahnya. Yang ada ia justru meluluh lantahkan sendiri egonya dan memohon maaf pada Allahnya. Ia mencoba mengakui kesalahannya di masa lalu itu. Namun kesadaran rupanya tak puas dengan hanya melucuti dirinya sampai disitu saja. Di tengah pertobatannya itu ia bahkan diingatkan akan dua setengah persen dari hartanya yang tak pernah ia sampaikan kepada yang berhak pada masa-masa itu. Hasrat semakin malu hati atas sekian banyak rezeki yang telah ia terima dari Allahnya namun tak pernah ia zakati. Pada titik kepongahannya ia tertunduk sebagai manusia yang hina dina.
Sungguh unik cara Allah untuk mengambil sesuatu yang pernah Ia berikan pada makhluknya. Salah satunya adalah dengan cara seperti yang dialami Hasrat di atas tadi. Karena itu jangan harap siapapun bisa lari dari perbuatan buruk. Jangan harap siapapun bisa menyembunyikan hak orang lain dari rezeki yang sudah Allah berikan. Manusia bisa memanipulasinya, tapi Allah tetap punya cara untuk mengambilnya kembali dan mengembalikan perbuatan buruknya itu kepada diri si pelaku. Cepat atau lambat perbuatan buruk akan mendapatkan balasan. Cepat atau lambah pula Allah akan mengambil dua setengah persen yang tidak dikeluarkan dari rezeki yang sudah Ia turunkan. Begitulah yang dzalim janganlah pongah dan merasa diri benar. Suatu ketika pasti ia akan diingatkan oleh Allah dengan caraNya yang unik.

Wallahu a’lam.
Semoga ada hikmahnya.
Cari dan teruslah mencari cinta Ilahi.
Salam ukhwah fillah selalu ^_^

Oleh : Rudi Utomo
http://dapurcerita.com/?cat=56

0 komentar:

Posting Komentar