Sabtu, 10 September 2011

MENYIKAPI MASALAH

Diposting oleh Muhammad Zainuddin

ZAINOTES. Sebelumnya saya ingin bertanya, “Dari semenjak anda lahir sampai hidup anda hari ini, pernahkan anda punya masalah yang tidak selesai?.” Saya yakin anda semua akan menjawab “belum pernah”. Jangan katakan kalau saat ini anda punya masalah yang belum selesai, karena masalah saat ini adalah masalah yang tengah berjalan dan sedang dalam proses penyelesaian. Yang saya tanyakan adalah dari semenjak anda lahir sampai sebelum masalah anda yang terbaru saat ini. Atau jangan katakan bahwa anda punya masalah yang tidak selesai karena tidak tuntas dan berlanjut dengan fase baru dari permasalahan tersebut. Karena fase pertama permasalahan pasti sudah selesai, sehingga berganti dengan fase berikutnya yang pastinya jauh lebih mudah. Jika semua masalah harus selesai dengan cara yang seperti anda inginkan, maka jelas semua masalah jadi tidak pernah kita dianggap selesai.

Sebut saja namanya “Hasrat”. Sudah tujuh bulan ia menanggung beban hutang. Uang dua puluh juta yang dipinjam untuk modal bisnis temannya itu tak ketahuan juntrungannya. Jangankan mendapatkan keuntungan, ditagih kembali saja susah. Padahal uang dua puluh juta itu adalah uang dari hasil menggadaikan rumahnya. Hasrat harus membayar bunganya setiap bulan untuk uang dua puluh juta yang sudah digondol temannya itu.
Tibalah bulan terakhir dimana perjanjian gadai rumah itu berakhir. Hasrat harus melunasi uang itu atau rumahnya disita. Hasratpun stres dan pusing. Satu bulan yang biasanya terasa lama, kini bagi Hasrat terasa cepat bagai halilintar yang siap menyambar. Hari dead line pembayaran semakin dekat tapi ia tak juga punya solusi untuk mengatasinya. Hasrat mulai gentar dan putus asa. Dunia terasa gelap.
Hasrat serba salah. Ia tak tahu apa yang mesti dilakukan. Mau menutup hutang tersebut dengan hutang lagi, jelas sama saja gali lobang tutup lobang. Mau meminta tolong pada Allahnya, jelas baginya itu sesuatu yang absurd. Mau berpuasa, ia merasa seperti orang yang hanya menyembunyikan hasrat dan menekan keinginan. Mau tahajud, ia sendiri tak pernah merasakan dampak langsung dari tahajud itu sendiri.
Ditengah kebingungannya, Hasrat ingat temannya yang sekarang hidup di sebuah rumah kontrakan bersama anak dan istrinya sambil berdagang kecil-kecilan. Dulu ia seorang pengusaha sukses. Kini semua hartnya ludes karena mengalami kebangkrutan. Hasrat ingat tahu bagaimana temannya itu begitu ikhlas dan tetap bahagia bersama anak istrinya itu, tanpa keluh kesah dan penderitaan. Hasrat ingat ketika ia bertanya pada temannya itu dengan penuh rasa penasaran, “Kamu bisa hidup begini?. Kamu bisa tinggal di rumah kontrakan begini? Padahal dulu kamu tinggal di rumah besar dan mewah?
Teman Hasrat hanya tersenyum dengan pertanyaan Hasrat tersebut. Ia lalu menjawab dengan santai dengan jawaban panjang, “Ketika aku tahu kalau aku mau tinggal di rumah kontrakan, aku sempat shock. Tapi ketika aku sudah berada di rumah kontrakan ini, aku menjadi biasa saja. Seperti anak sekolah yang membayangkan kelas diatasnya sebagai kelas yang jauh lebih sulit untuk ditempuh. Tapi ketika ia naik kelas, ia merasa biasa-biasa saja. Semua sudah diukur oleh Allahku, yang pastinya mampu kujalani. Semua yang ada padaku bukan milikku. Tapi milik Allahku yang dititipkan padaku. Jadi jika suatu ketika Ia hendak mengambilnya, apa hakku untuk melarangnya? Dan Allahku bukanlah tuan tanah yang meminjamkan tanahnya untuk dibangun gubuk oleh seorang pemulung. Ketika tuan tanah itu hendak mengambil kembali tanahnya, ia lalu mengusir pemulung itu begitu saja tanpa memberikan gubuk pengganti. Allahku bukanlah manusia. Ia akan selalu bertanggung jawab terhadap makhluknya. Jadi apa yang mesti kita khawatirkan? Di kontrakan ini aku jauh lebih merasa damai karena sudah tak punya hutang. Di rumah kontrakan ini aku sekarang justru bisa berkumpul dengan keluarga sepanjang waktu. Padahal aku dulu selalu berangkat pagi dan pulang larut malam.

Hampir tak pernah aku bertemu anak istriku kecuali hari minggu. Tapi sekarang anak istriku bahagia karena aku bisa sering bertemu mereka. Alangkah indahnya sekarang ketika aku bisa makan ayam satu potong beramai-ramai dengan meraka. Tidak seperti dulu yang selalu makan sendiri-sendiri meski dengan lauk-pauk yang mewah. Jika kamu bertanya padaku kenapa aku bisa seperti ini, maka jelas kamu salah dalam berfikir. Kamu beranggapan bahwa yang kamu miliki sekarang ini adalah milikmu. Jika kamu berfikir seperti itu, maka selamat menderitalah sepanjang hidupmu.”
Hasrat terhenyak sadar. Ia merasa membuang-buang waktu percuma dengan pusing dan bersedih. Kalau rumahnya harus disita, ya sita saja. Toh rumah itu memang bukan miliknya. Kalau kemudian harus mengontrak rumah, kenapa juga harus malu? Memangnya orang mengontrak rumah itu hina?! Dan belum tentu juga penyelesaian dari masalahnya itu adalah dengan tersitanya rumah. Mungkin nantinya ada penyelesaian lain. Seperti dulu ketika rumahnya juga nyaris disita karena tunggakan yang begitu banyak pada sebuah bank. Apa yang difikirkannya tentang sita-menyita itu tak pernah terjadi.
Saat itu pihak Bank memang tidak kemudian menghapus semua hutang-hutang Hasrat. Hasrat sadar itu. Ia tidak sedang berada di surga. Jadi tak ada yang ajaib dengan sim salabim dan semuanya berubah seperti yang ia inginkan. Tapi setidaknya pihak Bank telah membuat keringanan padanya. Bukankah itu juga sebuah penyelesaian? Penyelesaian dengan fase yang lebih realistis.
Hasrat kini lebih santai hidupnya. Ia bahkan tak pernah memikirkan lagi tentang hari dimana ia harus membayar hutangnya yang dua puluh juta itu. Ia jalani hidupnya dengan wajar-wajar saja, hingga hari yang dimaksud itupun tiba. Dan apa yang dikatakan sita-menyita itu memang tak pernah ada. Namun Hasrat juga tak begitu saja lolos dari hutang. Hasrat hanya mendapatkan tenggang waktu lagi untuk menyelesaikan hutangnya tersebut.
Dari kisah nyata yang dialami Hasrat itu dapat disimpulkan bahwa tak ada masalah yang tak selesai. Allah anda, Allah saya, akan menyelesaikannya dengan berbagai cara. Bisa tuntas, bisa juga tidak. Kalau tidak tuntas, pasti akan berganti pada fase yang lebih mudah. Kalaupun tuntas, jangan bersenang-senang dahulu, cepat atau lambat pasti juga akan datang masalah baru. Namun begitu, apa pedulinya kita dengan masalah? Toh nanti juga pasti selesai.
Lembah yang mematikan itu terlewati dengan selamat. Namun bukan berarti di depan sana adalah lembah hijau yang nyaman. Perjalanan tetap harus dilanjutkan. Kalau memang ENGKAU belum menakdirkan, seseram apapun itu ancaman, hanya akan jadi pelemahan batin dan penghancuran raga. Jangan salahkan DIA jika kau sakit. Salah sendiri kenapa kau tak percaya padaNYA…?

Tapi jika masalah terakhir Hasrat tadi itu tidak anda anggap sebagai sebuah penyelesaian, maka berarti anda sedang memaksakan keinginan anda pada Tuhan. Anda selalu berharap penyelesaian itu harus seperti yang anda inginkan. Maka seperti Hasrat di awal-awal tadi, anda akan segera berhenti berdoa dan bermunajad. Sebab terkabulnya doa dan munajad anda akan menjadi sebuah absurditas. Sabarlah jika ingin semua masalah anda terselesaikan seperti yang anda inginkan, karena semua itu hanya ada di surga. Dan tampaknya di surga sana tak akan ada lagi yang namanya masalah. Itupun juga…, jika anda masuk surga.

Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat.
Cari dan teruslah mencari cinta Ilahi.
Salam ukhwah fillah selalu ^_^

Oleh: Rudi Utomo
http://dapurcerita.com/?p=866

0 komentar:

Posting Komentar